![]() |
Gatot Rudiyono |
KEBERADAAN pabrik pakan ikan berbahan baku magot di Kalbar dapat mengantisipasi kekurangan pasokan komoditas tersebut. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalbar, Gatot Rudiyono menuturkan selama ini petani atau pembudidaya juga mengeluhkan tingginya harga pakan.
“Kebutuhan pakan saat ini berasal dari Jawa. Produsennya di sana, sehingga petani sering kesulitan pasokan. Harganya juga Rp15 ribu perkilogram,” ungkap Gatot, Rabu (9/10).
Gatot menjelaskan magot diperoleh dari telur lalat hutan dengan media lumpur dan ampas sawit, kemudian diolah menjadi minyak. Dengan menggunakan magot, harga pakan menjadi Rp5 ribu perkilogram. Penurunan harga pakan ini berdampak pada harga jual ikan yang juga menjadi lebih murah. Daya beli masyarakat pun meningkat,” kata Gatot.
Menurut Gatot, pakan ikan berbahan baku magot tersebut juga sesuai dengan program Kementerian Kelautan, yakni memanfaatkan limbah menjadi bernilai untuk masyarakat. “Ini yang pertama di Indonesia dan berhasil karena kerjasama penghasil limbah dengan kita,” ungkapnya.
Gatot berharap program ini dapat disebarluaskan. Saat ini pabrik pakan tersebut baru mampu memproduksi 2,5 ton berbulan atau 50 ton pertahun, sedagkan kebutuhan pakan di Kalbar mencapai 900 ribu ton pertahun. Walaupun masih kurang, lanjut Gatot, pihaknya masih terus mencoba meningkatkannya. Ditargetkan pada tahun depan produksi dapat meningkat.
“Kebutuhan protein pakan ikan dari tepung ikan diimpor dari Vietnam. Magot menjadi solusi kebutuhan protein tersebut. Masih banyak pencurian ikan yang dilakukan kapal ikan Vietnam, diantaranya untuk bahan baku ikan,” ungkapnya. Ia menambahkan sentra budidaya ikan di Kalbar ada di setiap kabupaten dan kota dalam bentuk Balai Benih Ikan. Terbesar di Anjongan sebagai pembina. “Saat ini produksi ikan budidaya baru 38 ribu ton pertahun. Tahun depan ditargetkan di atas 40 ribu ton pertahun,” katanya. (uni)
“Kebutuhan pakan saat ini berasal dari Jawa. Produsennya di sana, sehingga petani sering kesulitan pasokan. Harganya juga Rp15 ribu perkilogram,” ungkap Gatot, Rabu (9/10).
Gatot menjelaskan magot diperoleh dari telur lalat hutan dengan media lumpur dan ampas sawit, kemudian diolah menjadi minyak. Dengan menggunakan magot, harga pakan menjadi Rp5 ribu perkilogram. Penurunan harga pakan ini berdampak pada harga jual ikan yang juga menjadi lebih murah. Daya beli masyarakat pun meningkat,” kata Gatot.
Menurut Gatot, pakan ikan berbahan baku magot tersebut juga sesuai dengan program Kementerian Kelautan, yakni memanfaatkan limbah menjadi bernilai untuk masyarakat. “Ini yang pertama di Indonesia dan berhasil karena kerjasama penghasil limbah dengan kita,” ungkapnya.
Gatot berharap program ini dapat disebarluaskan. Saat ini pabrik pakan tersebut baru mampu memproduksi 2,5 ton berbulan atau 50 ton pertahun, sedagkan kebutuhan pakan di Kalbar mencapai 900 ribu ton pertahun. Walaupun masih kurang, lanjut Gatot, pihaknya masih terus mencoba meningkatkannya. Ditargetkan pada tahun depan produksi dapat meningkat.
“Kebutuhan protein pakan ikan dari tepung ikan diimpor dari Vietnam. Magot menjadi solusi kebutuhan protein tersebut. Masih banyak pencurian ikan yang dilakukan kapal ikan Vietnam, diantaranya untuk bahan baku ikan,” ungkapnya. Ia menambahkan sentra budidaya ikan di Kalbar ada di setiap kabupaten dan kota dalam bentuk Balai Benih Ikan. Terbesar di Anjongan sebagai pembina. “Saat ini produksi ikan budidaya baru 38 ribu ton pertahun. Tahun depan ditargetkan di atas 40 ribu ton pertahun,” katanya. (uni)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !