Desain Asep Haryini |
TERSURAT di sejarah secara rinci, telah lahir seorang bayi, dinamai Syarif Abdurrahman Alkadri, di Bumi Matan tahun 1739 Masehi. Ayahnya bernama Habib Husein Alkadri, Ibunya Nyai Tua panggilan terpuji, Nyai Tua kerabat Sultan Matani, turunan Dayak yang Islami.
Syarif Abdurrahman sejak remaja, saudagar-pelaut melanglang buana, banyak negeri di Pulau Sumatera, Banjarmasin dan Pasir dikunjunginya. Dari Matan hijrah ke Mempawah, mengikuti Ayahnda tiada berpisah, usianya sekitar 16 tahun sudah, di usia 18 tahun ia menikah. Ia menikahi Utin Candramidi, putri Daeng Menambon cantik berseri, ketika Daeng Menambon pulang ke rahmatullahi, Habib Husein Alkadri ditunjuk mengganti. Habib Husein jadi Tuan Besar Mempawah, kepada Abdurrahman gelar Pangeran dihibah, armada Abdurrahman bertambah megah, ke berbagai negeri ia merambah. Kapal Abdurrahman besar dan agung, penegak layar tiang bersambung, dilengkapi meriam dan pelaut ulung, diiringi kapal pengawal sebagai pelindung.
Tatkala berdagang ke negeri Banjar, ia menikahi putri yang lawar, Putri Syarifah Anum nama yang tenar, wanita cantik lagi terpelajar. Di Kerajaan Pasir ketangguhan terbukti, kapal dagang Perancis bisa dikuasai, awak kapalnya banyak orang Benggali, dibawa ke Mempawah dan diayomi.
Tatkala Abdurrahman nak buat daulat sendiri, Tanjung Bersiku muara Landak telah dikenali, 23 Oktober 1771 dimulai membangun negeri, Kesultanan Pontianak ditegakkan di sini.Syarif Abdurrahman seorang ulama, ia juga saudagar yang pokta, ilmu ekonomi pun dia punya, strategi perang juga ia bisa. Negeri Mempawah ia tinggalkan, karena visi ke depan sulit dikembangkan, Tanjung Bersiku lebih memungkinkan, sejumlah kerajaan tua banyak di pedalaman. Pontianak perlu hinterland yang kuat, untuk mengembangkan negeri berdaulat, ekonomi bisa maju dan pesat, sehingga negeri berkembang cepat.
Negeri dibangun dengan syariat Islami, dikumandangkan azan subuh dinihari, semua laskar melaksanakan salati, setelah itu rimba ditembaki. Meriam ditembak untuk land clearing, melapangkan lahan mudah ditinting, juga mengusir satwa bertaring, buaya-ular-beruang sampai kalajengking. Tembakan meriam juga untuk psywar, agar penghuni terdahulu takut dan gentar, di Siantan dan Seng Hie sudah ada yang sandar, agar semua tak buat onar.
Pertama dibangun adalah masjid, membangun negeri berlandaskan tauhid, begitulah prinsip seorang mujahid, tiada kekuatan tanpa Al-Wahid. Abdurrahman datang membangun kesultanan, bukan untuk mencari lawan, siapa pun dia dijadikan kawan, untuk membangun negeri Kun Tian. Kun Tian atau Pontianak iya sama saja, banyak telaah atas nama kota, pohon Punti kemungkinan juga, yang jelas bukan hantu betina.
Kala itu Abdurrahman 32 tahun usia, membangun istana dan pemukiman waktunya lama, setelah istana siap sedia, tahun 1778 ia dinobatkan sebagai raja. Beliau dinobatkan oleh Raja Haji, Yam Tuan Muda Riau yang disegani, putra Opu Daeng Celak yang pemberani, adik Opu Daeng Menambon yang sejati.
Untuk membangun Kota Pontianak, masyarakat luar diajak menjadi sanak, dari Tambelan-Bangka-Belitung dan Banjar diajak, disuruh buat kampung beranak-pinak. Pontianak tumbuh dengan pesat, hidup rukun damai beradat, kota perdagangan di Borneo Barat, banyak kapal datang merapat.
Abdurrahman sultan yang bijaksana, ulama alim – dalam ilmunya, dia hakim dalam perkara, juga pahlawan membela rakyatnya.Tahun1808 beliau wafat, di Batu Layang makam dibuat, di hilir istana dia punya tempat, istana – masjid dan makam mengarah ke barat. Istana – masjid – makam berfalsafat, tiga tempat mengarah ke kiblat, dunia – ibadah serta akhirat, di dalam hidup harus diingat.
Sultan Abdurrahman berpulang ke rahmatullah, diganti Syarif Kasim putra sedarah, Panembahan Mempawah dia punya darjah, datang ke Pontianak untuk takziah. Syarif Kasim lalu mengambil daulah, menjadi sultan mengganti Sang Ayah, dengan janji 10 tahun memerintah, setelah itu tahta diserah. Syarif Kasim memerintah sampai wafat, tahta diserah ke adik berdaulat, Syarif Usman sultan yang giat, karenanya beliau disayangi rakyat. Syarif Usman putra sejati, masjid dan istana ia bangun kembali, walau tak sampai tersudahi, bentuk dan rupa sudahlah pasti.
Syarif Usman berpulang ke rahmatullah, putranya Syarif Hamid I penerus daulah, pembangunan masjid dan istana yang belum sudah, diteruskan untuk besar dan megah. Setelah Syarif Hamid I meninggal dunia, putranya Syarif Yusuf menjunjung mahkota, Sultan terkenal hingga mancanegara, Kesultanan Islam yang berwibawa.
Sultan Syarif Yusuf meninggal dunia, Syarif Muhammad Alkadri putra mahkota, ia dinobatkan mengganti Ayahnda, naik tahta tahun 1895. Istana dan masjid direnovasi lagi, hinggalah seperti sekarang ini, beliau alim dan dicintai, oleh keluarga dan anak negeri.
1942 – 1945 Jepang menjajah, membunuh manusia menumpahkan darah, Sultan dibunuh - istana dijarah, 60 korban dari Istana Kadriyah. Sultan Muhammad menjadi korban, bersama raja-raja di barat Kalimantan, sebagian di Mandor dimakamkan, tak sedikit pula di dalam hutan. Jepang membunuh 21.037 orang di Kalbar, baik raja maupun kaum terpelajar, politikus dan rakyat juga disasar, dari beragam etnik – agama dan latar.
29 Oktober 1945 Syarif Hamid II naik tahta, setelah dibebaskan Jepang angkara, beliau adalah putra mahkota, putra Sultan Muhammad yang tersisa. 12 Juli 1913 Syarif Hamid II lahir ke dunia, berpendidikan tinggi luas pergaulannya, di dunia politik besar pengaruhnya, mendirikan negara besar andilnya. Sampai tahun 1950 Masehi, beliau berkiprah untuk perjuangan RI, Garuda Pancasila beliau ukiri, lambang negara yang dicintai.
Pada zaman Orde Lama, 12 tahun Sultan Hamid II dipenjara, itu bukan sedikit masa, duka-derita beliau terima semua. Politik memang barang celaka, sejak zaman dahulu kala, semua cara dihalalkannya, yang tak sepaham masuk penjara. Tahun 1966 – Orde Baru yang berkuasa, tahanan-hukuman politik dibebaskan semua, Sultan Hamid II termasuk di dalamnya, politikus dan wartawan banyak pula. 30 Maret 1978 beliau berpulang, panggilan Allah tak bisa dihalang, jenazah dimakamkan di Batu Layang, berkumpul dengan datuk dan moyang.
Masa lalu bila dikisahkan, membawa hati menjadi rawan, namun sejarah perlu diingatkan, generasi baru jangan hilang ingatan. Nama-nama Sultan baik diabadikan, untuk sebagai nama jalan, setidaknya itu sebuah penghormatan, untuk leluhur sebuah kesultanan.Tiada negeri tanpa raja, karena raja negeri ada, kita pewaris harus membela, semua khazanah yang masih ada. Pontianak berjaya sejak bahari, itu tidak bisa dipungkiri, tahniah dan doa kita hadiahi, kepada leluhur raja pendiri.
Gubernur-Walikota tidaklah ada, Legislatif-Judikatif juga tiada, jika di Kalbar negeri tak ada, para raja-lah yang mendirikannya. Sejarah jangan dilupakan, sombong-takabur jangan amalkan, peliharalah Pontianak negeri warisan, makmurkan negeri – rakyat sejahterakan.
Kita pewaris hendaklah sadar, menerima amanah dengan hati sabar, membangun negeri teruslah berkobar, agar tiada rakyat terlantar. Amanah diambin para pemimpin, jujur-adil sedapat mungkin, makmur sejahtera yang rakyat ingin, jangan khianati leluhur yang alim.
Negeri Pontianak rantau bertuah, kekayaan alam berlimpah ruah, hendaklah dikelola sebesar-besar faedah, jangan dijadikan ladang rasuah. Khazanah lama perlu dibina, termasuk pula adat budaya, marwah Kesultanan perlu dijaga, para pemimpin niscaya berjaya.
Lingkungan masjid dan istana, hendaknya dibenahi dan ditata, sehingga elok dipandang mata, banyak wisatawan datang ke sana. Memperingati Hari Jadi Kota Pontianak, di lingkungan istana dan masjid tentu semarak, sebab dari sini sejarah mengorak, hingga jadi kota yang rebak. Semua ini baik dipikirkan, untuk kini maupun ke depan, Pontianak Timur jangan tinggalkan, Tanjung Bersiku jadikan andalan.
Sultan Pontianak di era reformasi, Syarif Abubakar namanya diri, putra Syarif Mahmud bin Syarif Muhammad Alkadri, dinobat tahun 2004 tanggal 15 Januari. Kesultanan dan raja yang ada sekarang, baik dibela agar cemerlang, cermin peradaban dia punya lambang, leluhur kita bukan manusia sembarang.
Hidup beradat mati beriman, itu pertanda orang bertuhan, jangan kita hilang pedoman, jangan serupa buih di lautan. Sesama makhluk perlu bersahabat, itu manusia adil beradab, jangan menjadi orang biadab, segala sesuatu disikat-sembat. Bersatu teguh bercerai runtuh, itu pedoman yang sangat ampuh, pantangkan sifat mencari musuh, jauhi segala penyebab rusuh. Bulat air di pembuluh, bulat kata di mufakat, hindari debat yang gaduh, lebih baik bermusyawarat. Daging gajah sama dilapah, daging kuman sama dicecah, keadilan sosial perlu diindah, itu Tuhan punya amanah. ***
Catatan: Lima bait terakhir adalah peribahasa, pitutur luhur nenek- moyang masa lampau yang mengandung butir-butir Pancasila.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !